Monday, May 17, 2021

Berbagi pengalaman mengenai kredit KPR Rumah bekas/second (Halaman 1)

Setelah hampir 10 tahun menikah, saya baru memutuskan untuk punya rumah di Jakarta. Saya banyak curhat juga ke teman-teman baik teman tongkrongan, teman di kantor, atau sekadar curhat di medsos. Tanggapan mereka macam-macam: "Kemana aja udah nikah 10 tahun baru mau KPR?", "gak salah Jeng ambil rumah baru sekarang", "duh kamu telat banget, terus duitmu selama 10 tahun, mengalir kemana?", menanggapi komentar kawan-kawan, saya hanya bisa tersenyum, mau merenung juga sudah terlambat, mau menanggapi respon mereka, ah capek!, ya sudah bilang aja, "iye".

Memang kalau dipikir-pkir sih agak telat yah kita, dengan usia udah 36 tahun baru mau ambil kredit rumah, paling ya di acc kalau kreditnya 10 tahun-an ya. Kalau diceritakan memang panjang perjalanan kami untuk memutuskan mempunyai rumah di Jakarta. 2 tahun setelah menikah kami sebenarnya sudah mulai investasi mempunyai rumah di Bogor. Sampai sekarang rumah Bogor pun masih ada namun tidak ditempati karena pertimbangan jarak rumah dan kantor yang terlalu jauh. Rumah Bogor pun disewakan dengan harga murah. tidak apa-apa yang penting rumah tersebut ada yang menempati dan uang sewanya lumayan buat nambah-nambah uang kontrakan di Jakarta. 

Akhirnya sekitar 2 tahun lalu, kami mulai mencari-cari rumah daerah Jakarta Timur, tepatnya daerah Cipayung, dekat dengan kantor Mabes TNI. Bahkan saat itu setiap kami ditawari sales developer untuk mengambil 1 unit rumah, kami berdua langsung capcus ke tkp tanpa basa basi.  Namun memang belum jodoh, selalu saja ada jalan untuk kami mengurungkan niat. 

Tahun ini saya dan suami seolah-olah dipaksa untuk mempunyai rumah di Jakarta karena pertimbangan anak. Kami punya 2 anak dan kamar kami sudah tidak muat untuk tidur berempat. Pertama karena anak kami yang sulung udah gede dan sudah mulai membutuhkan kamar sendiri dan ruang privasi, anak kami yang kedua badannya gemuk. kasur pun sudah mulai sempit dan tidur pun berdesak-desakan. 

Singkat cerita, suami saya rajin memantau harga rumah di Jakarta, rajin juga tanya-tanya, sama sales, sama Bank, sama tetangga, sama teman kantor tentang KPR rumah dan segala tantangannya. Daerah pantauan kami adalah Jakarta selatan dan Jakarta Timur. 

Intinya, kami mencari rumah dengan harga murah dan tanah besar, dengan tujuan agar tahun angsuran tidak lama, maksimal 10 tahun dan budget untuk angsuran 5 juta-an. mencari ke sana-kesini rupanya agak susah mencari rumah di Jakarta dengan budget minim. Jadi kami memutuskan untuk mencari rumah second/bekas namun bisa diajukan untuk KPR. 

Bulan November lalu, kami akhirnya mendapat rumah second di Jakarta selatan yang masuk budget dan memenuhi kriteria kami. tentu rumahnya tidak besar, namun cukup untuk kami berempat. dan secara budget sangat memungkinkan. rumah tersebut akhirnya kami ajukan KPR ke BTN. 

dari situlah kami belajar bagaimana mengajukan rumah bekas/second untuk KPR kepada Bank (BTN). Berikut secara umum prosedur Bank berdasarkan pengalaman kami:

  1. Pengumpulan syarat-syarat dokumen pengajuan KPR  
  2. Setelah persyaratan dokumen lengkap, Bank melakukan survey baik survey ke pihak pembeli maupun ke pihak penjual 
  3. Bank bekerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan penilaian properti/rumah  
  4. Bank mengeluarkan SP3K 
  5. Melakukan Akad jual beli 


  • Pengumpulan syarat-syarat dokumen pengajuan KPR 
Pembelian properti dilakukan atas nama saya sehingga berikut adalah doumen-dokumen dan informasi yang perlu disiapkan. Biasanya marketing Bank akan meminta pembeli untuk melengkapi dokumen dan informasi tersebut. 
  1. Copy KTP suami istri 
  2. Copy NPWP suami atau istri, bisa salah satunya 
  3. Copy Kartu Keluarga 
  4. Copy buku nikah 
  5. Photo suami dan istri 3x4 
  6. Slip gaji suami dan istri (dua-duanya jika joint income) 
  7. Rekening koran 3 bulan terakhir suami dan istri (dua-duanya jika joint income)
  8. Surat keterangan kerja suami dan istri (dua-duanya jika joint income)
  9. Nama, alamat, dan No telp kantor yang jelas (dua-duanya jika joint income)
  10. Kontak HRD atau supervisor kantor (Nama, jabatan, dan no telp) Istri dan suami (dua-duanya jika joint income)
  11.  Kontak Keluarga atau kerabat dekat ( Nama, alamat, dan No HP, bisa kaka/adik, atau kerabat lain yang dekat) 
  • Bank melakukan survey baik survey ke pihak pembeli maupun ke pihak penjual 
Setelah semua dokumen dan informasi di atas lengkap, Marketing akan memberikan semua dokumen dan informasi di atas ke pihak analis. Kini saatnya analis bank melakukan  verifikasi dokumen dan checking informasi. 

  1. Pihak bank akan melakukan BI Checking. hal ini dilakukan untuk melihat apakah si pembeli termasuk orang yang di blacklist atau mempunyai histori kredit yang belum tuntas. BI Checking akan clear jika si pembeli tidak mempunyai kredit dalam jumlah besar misalnya kredit pinjaman uang yang banyak atau cicilan mobil, atau cicilan lainnya. karena perhitungan kredit/cicilan yang belum tuntas akan diperhitungkan untu menilai kemampuan si pembeli membayar angsuran ke depannya. 
  2. Bank akan menelpon dan mewawancarai si pembeli. karena rumah tersebut diajukan atas nama saya sendiri, maka saya diwawancarai oleh pihak bank. pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan berkaitan dengan pekerjaan, berapa lama kerja, status pekerjaan, dsb. 
  3. Bank akan menelpon kantor suami dan istri. Jika diperlukan mendatangi kantor masing-masing. dan melakukan wawancara, bisa ke HR ataupun ke pegawai yang sekantor. pertanyaan bisa mencakup pekerjaan, contoh: Bagaimana si A dikenal di kantor? si A gajinya di transfer ke Bank apa? berapa lama si A bekerja? status kerja? menggunakan kendaraan apa si A kalau ke kantor? dll
  4. Bank akan menelpon kerabat si pembeli dan bertanya-tanya baik tentang hal personal, keluarga, maupun kerjaan.   
  5. Bank melakukan survey/mendatangi rumah si pembeli. melihat situasi rumah, tanya-tanya tentang si pembeli kepada si pemilik kontrakan dsb. 
  6. Bank melakukan survey/mendatangi ke lokasi rumah yang akan di jual dan ngobrol-ngobrol sama si penjual rumah 
  • Bank bekerjasama dengan pihak ketiga untuk melakukan penilaian properti/rumah  
Bank akan bekerjasama dengan pihak ketiga/rekanan bank untuk melakukan penilaian properti. hal ini dilakukan agar bank mendapat nilai objektif taksiran harga properti dari pihak tersebut. harga inilah yang menentukan berapa bank bisa mengeluarkan pinjaman KPR untuk rumah second/bekas kepada si pembeli. 

Misal: jika rumah tersebut ditaksir nilainya 600 juta, maka bank bisa mengeluarkan pinjaman 80% dari nilai properti yaitu 480 juta. jadi maksimal si pembeli bisa meminjam uang untuk KPR senilai 480 juta dan pembeli harus sedia uang 120 juta (20%) sebagai uang muka. (ini di luar biaya lain-lain ya. Lebih lengkapnya di akhir tulisan ini).

ketika bank melakukan kontak dengan pihak ketiga, dan pihak ketiga melakukan appraisal/penilaian terhadap rumah maka ada biaya bagi pihak ketiga tersebut. biaya untuk pihak ketiga tersebut dibebankan kepada si pembeli rumah. saat itu saya tiba-tiba dikontak pihak ketiga yang melakukan penilaian dan saya disuruh membayar sejumlah uang (saya lupa lagi tepatnya berapa) namun kira-kira sebesar 1,5 juta yang harus ditransfer ke pihak ketiga yang ditunjuk bank tersebut. 
sebelum men transfer pastikan koordinasi dengan bank agar informasi yang kita terima benar karena kadang-kadang bank nya lupa menginformasikan kepada kita mengenai pihak ketiga ini lalu kita sebagai pembeli tiba-tiba dikontak disuruh membayar. nah inilah yang perlu kita komunikasikan baik-baik dengan pihak bank dan pihak ketiga tersebut. 

Biaya untuk pihak ketiga sebesar kira-kira = Rp. 1,5 juta (ditransfer ke no rek pihak ketiga tersebut oleh pembeli)

Lanjutannya klik di sini............

No comments:

Post a Comment